topmetro.news, Langkat – Luar biasa. Seribuan perawat/bidan berstatus Tenaga Kesehatan Sukarela (TKS) yang mengabdikan diri melayani, merawat, dan mengobati masyarakat di seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat dan RSUD Tanjung Pura, ternyata nasibnya terabaikan.
Para pekerja profesi kesehatan yang telah mengenyam pendidikan formal di bidang kesehatan ini, nasib dan statusnya belum jelas. Bahkan mereka merasa pengabdian mereka tidak pernah dihargai. Status seribuan TKS berseragam putih itu ternyata tidak pernah terdata di Database Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia.
Tidak dipungkiri, faktanya merekalah yang sebenarnya merupakan pahlawan kesehatan saat Covid-19 mewabah di negeri ini. Karena, pada saat itu, dokter dan ASN kesehatan lainnya seperti enggan bersentuhan langsung dengan masyarakat saat melakukan vaksin atau merawat penderita Covid-19. Perawat/bidan TKS inilah yang ditugaskan melakukan itu semua. Bahkan atas kinerjanya, beberapa orang perawat TKS ini meninggal terkena Covid-19.
Hal ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Kabupaten Langkat dengan perwakilan perawat/bidanTKS Kesehatan dari puskesmas yang ada di seluruh kecamatan di Kabupaten Langkat. Hadir Plt Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat Syafriansyah SSos dan Sekretaris Dinas Kesehatan Sri Mahyuni SKM MLM dan dr Sofyan yang mewakili Kadiskes.
Dalam RDP tersebut, terlihat Ketua Komisi II Sedarita Ginting SH MH dan anggota Komisi II lainnya yakni H Arifuddin, Jhon Binsar A Ketaren SKM, Samsul Rizal, Mattew Diemas Bastanta SE, Sunarman SST, Safitri Harianto SH dan Martono SKom, sangat marah dengan fakta nasib seribuan TKS Kesehatan yang legitimasi statusnya tidak pernah didaftarkan ke BKN oleh Dinas Kesehatan dan BKD Kabupaten Langkat.
Apalagi mengetahui jika para pejuang Covid 19 itu, sudah mengabdi menjadi pelayan kesehatan masyarakat rata-rata sudah berjalan 5 sampai 20 tahun, namun hanya menerima upah sekedarnya dari Kepala Puskesmas yang mengeluarkan SK mereka.
Baik ketua maupun anggota Komisi II DPRD Langkat meminta agar BKD dan Dinas Kesehatan bekerja ekstra mencari celah untuk turut serta memperjuangkan nasib para TKS Kesehatan tersebut.
“Tolong, BKD dan Dinkes Langkat, agar tidak terus pasrah berkutat dengan regulasi pembatasan quota pemerintah terus. Kalau regulasi pembatasan honorer APBD atau APBN, sejak tahun berapa? Padahal adik-adik kita ini sudah mengabdi belasan, bahkan sudah puluhan tahun. Jadi, ke mana tanggungjawab Anda Anda selama ini?” tegas Sedarita Ginting dan Samsul Rizal bergantian.
“Coba kita sama-sama memperjuangkan nasib adik-adik kita ini. Bagaimana celahnya. Kita cari bersama. Bila perlu, kita sama-sama berangkat ke BKN Pusat agar nasib dan status TKS ini jelas. Jangan hanya pasrah di regulasi yang ada. Kenapa daerah lain quota TKS Kesehatan bisa jauh lebih besar. Kabupaten Langkat sebanyak 23 kecamatan dan 250 desa faktanya sangat membutuhkan jumlah honor kesehatan yang besar,” ujar mereka.
“Tolong, dalam masalah ini adik-adik jangan membuat kegaduhan dan ikut terprovokasi main di belakang layar dengan kelompok-kelompok yang coba melakukan keributan. Inilah yang perlu kita kondusifkan dan ini kita terus berjuang sesuai arahan Pak Bupati. Nanti boleh Adinda Syafri Hamzah sama Bu Sekretaris Dinkes berikan pemaparan. Kami sudah mendapat jadwal di Badan Musyawarah semalam. Saya, bersama ketua ada rangkaian kunjungan kerja kami ke Jakarta. Nanti kita bisa persamakan jadwal kapan. Nanti kita bisa berangkat, dan untuk keberangkatan kalau saya pribadi percaya masalah ini bisa teratasi. Tapi itu pun tidak menutup kesempatan kepada rekan-rekan yang lain untuk ikut. Tapi dengan biaya sendiri gitu dan kami sebagai anggota DPRD Kabupaten Langkat diberi pemerintah fasilitas untuk menemani,” kata Samsul Rizal.
Dalam hal keberangkatan, sambung politisi PAN ini, mohon maaf dengan regulasi efisiensi anggaran, mereka tidak bisa membiayai keberangkatan para TKS. “Tapi kalau hanya sekedar untuk tidur, makan, InsyaAllah bisa kita tanggulangi. Tapi kalau untuk ongkos pesawat ya persiapkan masing-masing. Jadi sekali lagi saya ingatkan, perjuangan ini perlu pengorbanan pikiran, tenaga dan yang paling utama di samping doa, ya mungkin finansial keberangkatan perwakilan adik-adik bisa dengan cara patungan,” katanya.
Sementara itu, Koordinator TKS Kesehatan juga mengapresiasi kerja keras Komisi II yang terus memperjuangkan lagalitas status mereka. Mewakili rekannya, Koordinator TKS Kesehatan tersebut menanyakan perkembangan status surat rekomendasi terkait status legalitas mereka sebagai TKS Kesehatan sebagaimana yang disarankan Bupati Langkat.
“Bupati Langkat beberapa waktu lalu telah menyampaikan dan menugaskan kepada Bapak untuk menyurati kementrian terkait, dan Bapak Bupati siap menandatangani surat tersebut. Begitu juga disarankan Ibu dari Dinas Kesehatan untuk ikut serta. Dan kami ditunjuk Bapak Bupati juga untuk mendampingi apabila nanti suratnya sudah selesai untuk dibawakan ke Jakarta. Kami mempertanyakan tindak lanjutnya sudah sampai dimana,” tegas Koordinator TKS.
Sementara, Plt Kepala BKD Langkat menjelaskan, bahwa terkait TKS Kesehatan ini akan terus ditindaklanjuti. “Nanti kami akan tidak lanjuti. Mengenai surat yang diarahkan oleh Pak Bupati kepada kami dan tentunya surat ini nanti akan segera kami sampaikan kepada Bapak Bupati. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan keberangkatan dan yang lainnya, ini juga masih dalam tahap koordinasi dengan Ibu Kadis Kesehatan. InsyaAllah dalam waktu dekat ini akan segera kami sampaikan kepada Bapak DPRD ini,” terangnya.
Sementara itu, Kadis Kesehatan yang diwakili Sekretaris Dinkes Sri Mahyuni SKM MKN menyampaikan bahwa jumlah data TKS Kesehatan yang tersebar di seluruh puskesmas di Kabupaten Langkat saat ini terdapat 1.308 orang.
“Dari jumlah sebanyak 1.308 orang itu terdiri dari tenaga administrasi, tenaga teknis kesehatan, dan penunjang lainnya. Kemudian untuk status dan kendala saat ini tidak lain terkait regulasi. Kami sangat memahami harapan besar para TKS untuk mendapatkan pengakuan formal dalam bentuk pengangkatan sebagai ASN dan sebagai P3K. Namun sesuai dengan Surat Edaran Menpan RB Nomor B/185/M.SM.02.03 Tahun 2022 tentang Status Kepegawaian di Instasi Pusat dan Pemda, juga PP Nomor 49 tahun 2018 yang menjelaskan tentang pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi mengangkat tenaga honorer atau TKS baru sejak tahun 2023,” paparnya.
Kondisi ini, lanjut Sri Mahyuni, menempatkan mereka di posisi dilematis. “Di satu sisi, kami sangat membutuhkan keberadaan adik-adik dan para seluruh honorer TKS yang menjalankan layanan dasar. Di sisi lain, ada keterbatasan kewenangan dan anggaran dalam pengangkatan serta pembiayaan tenaga non ASN. Upaya-upaya yang sudah kami lakukan antara lain, Dinas Kesehatan telah melakukan beberapa langkah konkrit di antaranya melakukan pendataan tenaga non-ASN melalui aplikasi BKN. Selanjutnya menyampaikan usulan formasi P3K setiap tahun ke BKD untuk tenaga kesehatan yang telah memenuhi syarat. Selanjutnya menyampaikan aspirasi ini kepada pimpinan daerah sebagai bagian dari evaluasi kebutuhan Sumber Daya Manusia di bidang kesehatan. Kami juga mempunyai komitmen dan harapan untuk terus berjuang bersama-sama rekan-rekan TKS melalui penataan kebutuhan formasi P3K berdasarkan analisis beban kerja di Puskesmas,” papar Sri.
Sri Mahyuni menjelaskan bahwa mereka selanjutnya akan menyusun kebijakan insentif daerah secara terbatas sesuai kemampuan keuangan daerah.
“Selanjutnya kami juga sudah mendorong Pemerintah Pusat agar memberikan kebijakan afirmatif khusus daerah dalam pengangkatan TKS. Kami sangat memahami keresahan dan kesedihan para TKS ini. Kami berharap, para tenaga sukarela tetap menjaga semangat dan integritas dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Kami akan terus menjadi jembatan antara kebutuhan pelayanan dan regulasi yang berlaku demi mencari jalan terbaik bagi semua pihak,” tandasnya.
Berkaitan dengan alasan yang disampaikan BKD dan Dinas Kesehatan, Komisi II DPRD Langkat, mengingat perjuangan TKS Kesehatan sudah ada yang mengabdi selama 18 hingga 20 tahun, DPRD Langkat menghormati proses yang dilakukan.
“Kita hormati prosesnya. Tapi dengan segala hormat Pak BKD dan juga Bu Dinas Kesehatan, semua itu ada waktu yang wajar. Kami tidak akan membiarkan BKD dan Dinas Kesehatan, juga Pak Bupati untuk memproses tindak lanjut persoalan ini sendirian. Kami DPRD juga wajib ikut terus melawan. Intinya sampaikan kepada kami sebagai wakil rakyat, terkait perkembangan demi perkembangan yang dilakukan oleh BKD dan juga Dinkes. Jangan kita terjebak dalam jargon-jargon proses. Faham maksudnya? Jangan kita terjebak dengan jargon-jargon proses. Saya pikir itu sudah tertinggal lama. Kita harus sama-sama bicara, duduk sama rendah, berdiri juga harus sama tinggi dalam permasalahan ini,” ujar ketua dan anggota Komisi II bergantian.
reporter | Rudy Hartono